Kebidanan dan Kemajiran Hewan

 Gangguan reproduksi pada sapi betina dapat terjadi karena genetik serta manajemen peternakan yang buruk. Contoh gangguan reproduksi adalah anestrus/subestrus, endometritis, metritis, korpus luteum persisten, kista ovarium, retensio plasenta, repeat breeder, dan abortus. Anestrus ditandai dengan betina tidak memperlihatkan gejala berahi. Absolute atau true anesterus terjadi karena tidak ada perkembangan folikel dalam ovarium. Subestrus atau silent heat, siklus estrus berjalan normal namun gejala berahi tidak tampak. Anestrus terbagi menjadi dua yakni anestrus fisiologis dan anestrus patologis. Anestrus dapat terjadi karena tidak cukupnya nutrisi dalam tubuh, masa laktasi, distokia, bangsa sapi, umur, waktu melahirkan, patologi uterus, dan penyakit penyerta. Pengobatan didasarkan pada dua hal yakni perbaikan status energi (dalam masa transisi dan awal laktasi), pemberian hormone yang dikombinasikan dengan suplementasi energi dan penyapihan, pemberian vitamin ADE.

Metritis purperalis terjadi dalam kurun waktu 10 hari postpartum (akut) dan sitematik. Tanda klinis yang tampak terdapat discharge uterus berwarna merah muda dan cair, demam. Sapi akan mengalami penurunan nafsu makan dan produksi susu pada kasus yang parah. Endometritis klinis terjadi dalam kurun waktu yang lebih lama dibanding metritis yakni 21 hari atau lebih postpartum tanpa tanda-tanda sistemik. Gejala yang tampak hanya discharge purulent/mucopurulent. Endometritis subklinis merupakan inflamasi pada uterus tanpa tanda discharge purulen pada vagina. Penyebab dari endometritis subklinis adalah repeat breeding. Pyometra merupakan akumulasi discharge purulent/mukopurulen dalam lumen uterus sehingga uterus akan membesar dan dijumpai korpus luteum pada ovarium. Diagnosis dari infeksi uterus dapat dilihat dari system skoring, pemeriksaan klinis, dan uji laboratorium. Pemeriksaan klinis pada endometritis dan metritis melalui palpasi perektal, vaginoskopi, metricheck, dan USG. Sistem skoring pada diagnosis infeksi ini yakni dengan melihat karakter dan bau dari discharge. Sedangkan pada uji laboratorium menggunakan metode kultur bakteri, uji sensitifitas, biopsy, sitologi, dan histologi. Pengobatan dari infeksi uterus dapat menggunakan antibiotik.

Corpus luteum persisten (CLP) didefinisikan dengan korpus luteum yang bertahan diatas 20 hari. Sapi yang mengalami CLP ditandai dengan sapi tidak berahi. Penyebab utamanya adalah tidak mencukupinya sekresi prostaglandin. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan CLP antara lain infeksi uterus, maserasi, mumifikasi, produksi susu tinggi pada awal laktasi, pemberian glukokortikoid dan NSAIDs. Terapi yang dapat diberikan adalah dengan pemberian prostaglandin dan pemberian GnRH 28-56 jam setelah penyuntikan prostaglandin. Kista ovarium atau cystic ovarian disease adalah folikel yang tidak mengalami ovulasi dengan diameter lebih dari 25 mm yang bertahan selama 10 hari atau lebih, tidak ada CL, dengan gejala estrus yang abnormal (anestrus atau nimfomania). Awal mula terjadinya kista ovarium saat folikel dominan bertahan dan gagal ovulasi. Gelombang folikuler berikutnya juga gagal mencapai ovulasi. Penyebabnya tidak ada LH surge. Hal ini terjadi karena adanya masalah reseptor GnRH di hipofisis dan reseptor LH di ovarium. 

Comments

Popular posts from this blog

Kasus Cystolithiasis Akibat Infeksi pada Anjing

Laporan wawancara budidaya ikan konsumsi ( ikan lele )

Tegak kaki dan diagnose kepincangan kuda-sapi

Prolapsus Bola Mata yang Disertai Miasis pada Anjing

MATERI KERAJINAN BERBAHAN LIMBAH LENGKAP

Konsep Pengolahan Limbah

Makalah atau Laporan Osmosis Pada Telur

Translate

Pageviews last month

terima kasih

jangan lupa datang kembali, komen, dan request