Kasus Cystolithiasis Akibat Infeksi pada Anjing

 

Gangguan  pada  sistem  perkencingan  merupakan  salah  satu  dari  berbagai  masalah  yang dapat terjadi pada hewan kesayangan, terutama anjing. Urolithiasis, gagal ginjal, infeksi saluran kencing  merupakan  banyak  dari  contoh  gangguan  pada  sistem  perkencingan  yang  menjadi momok  pada  anjing.  Urolithiasis  merupakan  salah  satu  gangguan  sistem  perkencingan  yang dapat terjadi pada anjing pada berbagai umur, jenis kelamin, dan ras. Urolithiasis dapat diartikan dengan  adanya  kondisi  pembentukan  kalkuli/urolith  akibat  saturasi  kristal  di  dalam  saluran perkencingan,   yang   dapat   dispesifikkan,   salah   satunya   adalah   cystolithiasis   (pada vesica urinaria/VU). Urolith  yang terbentuk dapat dibedakan  atas empat berdasarkan jenis mineralnya, yaitu  urat(urat  amonium,  urat  sodium,  dan  asam  urat),  sistin,  fosfat  amonium  magnesium (struvit),  dan  kalsium  (kalsium  oksalat  dan  kalsium  fosfat)  (Tion et  al. 2015).  Kondisi  tersebut dapat disebabkan karena adanya infeksi pada saluran kencing (Gerber et al. 2005).

Infeksi  pada  saluran  urinaria  dapat  terbagi  atas  dua,  yaitu  infeksi  saluran  atas  (upper urinary  tract),  yang  meliputi  ginjal  (pyelonephritis),  dan infeksi  saluran  bawah  (lower  urinary tract),  yang  meliputi VU (cystitis), urethra  (urethritis),  dan  prostat  (prostatitis).  Infeksi  pada saluran  urinaria  dapat  disebabkan  oleh  bakteri,  fungi,  virus,  dan  parasit.  Infeksi  bakteri  sering ditemukan  pada  kasus  cystitis. Cystitis  merupakan  adanya  peradangan  pada VU.  Infeksi  dan terbentuknya  urolith  (cystolithiasis)  telah  dikaitkan  satu  sama  lain.  Studi  Bichler et al. (2002) menyebutkan infeksi bakteri dapat meningkatkan risiko terbentuknya urolith.

Hewan dengan cystolithiasis perlu ditangani karena urolith dapat menyebabkan obstruksi pada  saluran  kencing, dan  jika  adakombinasi  dengan  infeksi  bakteri  dapat  terjadi  sepsis  dan mengakibatkan   kematian.   Oleh   karena   itu,   peneguhan   diagnosis   perlu   dilakukan   untuk mendapatkan  penanganan  yang  tepat.  Urinalisis  dan  kultur  bakteri  merupakan  peneguhan diagnosis,  dimana cystotomy merupakan  salah  satu  penanganan  yang dapat  dilakukandalam menangani   kasus   berupa   cystolithiasis   akibat   infeksi   bakteri.   Pada   kasus   ini,   penulis mendeskripsikan  tentang  seekor  anak  anjing  dengan  cystolithiasis  akibat  adanya  infeksi  bakteri E. coli yang ditangani dengan cystotomy.

Ciprofloxacin merupakan golongan flouroquinolone yang mempunyai daya antibakteri lebih kuat dan spektrum ciprofloxacin memiliki aktivitas yang sangat luas, baik terhadap bakteri Gram-positif maupun bakteri Gram-negatif (Deglin 2004). Biasanya digunakan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-negatif, seperti E. coli, P. mirabilis, Klebsiella sp., Shigella sp., Enterobacter, Haemophylus sp., Chlamydia sp., Salmonella sp., Pseudomonas aeruginosa, serta bakteri Gram-positif tertentu, seperti Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp. (Siswandono 2008). Menurut Tjay dan Rahardja (2002) efek samping yang ditimbulkan insidentil dapat menimbulkan kristaluria atau hematuria. Resorpsinya baik dengan BA (bioavailabilitas) kurang lebih 70% dan kadar plasmanya maksimal tercapai 0,5-1,5 jam setelah penggunaan oral. PP (protein plasma)-nya kurang lebih 30%. Di metabolisme menjadi 4-metabolit aktif yang dieksresi melalui urin (55%) dan feses (39%). Plasma t1/2 nya 3-5 jam dan bisa mencapai kira-kira 8 jam pada ganguan fungsi ginjal yang serius (Tjay dan Rahardja 2002).

Mekanisme kerja pada antibiotik siprofloksasin dengan menghambat sintesis asam nukleat dimana antibiotik golongan ini dapat masuk ke dalam sel dengan cara difusi pasif melalui kanal protein terisi air (porins) pada membran luar bakteri secara intra seluler, secara unik obat-obat ini menghambat replikasi DNA bakteri dengan cara mengganggu kerja DNA girase (topoisomerase II) selama pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Mycek 2001).  Mekanisme resistensinya seperti halnya ciprofloxacine yang terikat pada subunit β enzim DNA girase, dan memblok aktivitas enzim yang essensial dalam menjaga supercoiling DNA dan penting dalam proses replikasi DNA. Mutasi pada gen pengkode DNA girase menyebabkan diproduksinya enzim yang aktif namun, tidak dapat diikat oleh fluoroquinolones (Pratiwi 2008).

Meloxicam sering digunakan sebagai analgetik dan anti inflamasi yang diberikan setelah operasi. Seperti halnya golongan lain dari OAINS, cara kerja utama dari Meloxicam ini adalah inhibisi dari enzim siklooksigenase. OAINS menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Meloxicam dan OAINS lainnya diberikan selama masa inflamasi (2-7 hari) untuk mengurangi efek dari proses inflamasi tersebut. Salah satu efek samping dari pemberian OAINS adalah terjadinya delayed union ataupun nonunion. Gangguan pada proses biosintesis prostaglandin yang disebabkan oleh siklooksigenase inhibitors dapat berpengaruh besar dalam proses pembentukan kalus setelah dilakukan operasi atau setelah mengalami fraktur (Pinandita et al. 2018).

Efek samping meloxicam jarang terjadi, diantaranya gangguan pencenaan, edema, nyeri kepala, anemia, insomnia, batuk, pruritus, rash, dan gangguan miksi. COX-2 inhibitor meningkatkan risiko atherothrombosis, infark miokard bahkan dengan penggunaan jangka pendek, seperti pada NSAID tradisional lainnya (Harmita et al. 2004).

            Bioavailabilitas dari meloxicam per oral sebesar 89%, Konsentrasi maksimal dalam plasma terjadi dalam 4-5 jam. Terjadi kenaikan konsentrasi kedua pada 12-14 jam akibat adanya siklus enterohepatik. Meloxicam mempunyai waktu paruh 20-24 jam. Dalam plasma, meloxicam terikat pada protein plasma (khususnya albumin). Metabolisme terjadi di hepar, dan diekskresi melalui ginjal dan hepar (Sweetman 2009).

Obat yang biasa digunakan untuk terapi suportif yang memiliki kandungan vitamin B complex. Penggunaan vitamin B complex berguna sebagai terapi suportif, vitamin B complex berperan penting dalam membantu sistem pencernaan, produksi energi, sirkulasi, hormon dan kesehatan secara keseluruhan. Vitamin B complex larut dalam air dan tidak disimpan dalam tubuh (Bellows et al. 2012).

Penanganan yang dilakukan adalah dengan cara cystotomy. Sebelum dilakukan pembedahan, hewan diberi premedikasi Atropine sulfate 0.03 mg/kg BB secara subkutan dan diinduksi dengan kombinasi Xylazine dan Ketamine yang masing-masing dosisnya 1 mg/kg BB dan 10 mg/kg BB secara intravena. Anestesi kemudian dijaga menggunakan Isoflurane 1 L/menit.

Cystotomy dilakukan dengan melakukan insisi pada garis tengah ventral abdomen melalui kulit dan linea alba. Vesica urinaria dieksplorasi dan dikeluarkan ke permukaan setelah ditemukan. Insisi VU dilakukan pada daerah dorsal yang sedikit vaskularnya dengan membuat stay suture pada dua sisi VU. Vesica urinaria dilakukan flushing yang dibantu urin kateter menggunakan cairan fisiologis. Setelah dipastikan tidak ada sedimen dan urolith, VU ditutup dua lapisan dengan pola jahitan terputus sederhana pada lapisan mukosa dan pola Lembert’s pada lapisan muskularis yang masing-masingnya menggunakan polyglactinacid 4-0 (Vicryl™).

Setelah VU ditutup, line alba, subkutan, dan kulit masing-masing ditutup dengan pola jahitan terputus sederhana, menerus subkutikuler, dan terputus sederhana menggunakan benang chromic catgut 3-0 (OneMed, Indonesia). Luka kemudian diberi povidone iodine dan ditaburi Enbatic® (Bacitracin Zinc 250 IU dan Neomycin Sulfate 5 mg). Luka dibalut dengan kain kasa steril dan direkatkan dengan plester (Ultrafix®, Indonesia).

Penanganan pascaoperasi pada hewan kasus dilakukan dengan cara membersihkan luka dan mengganti balutan secara berkala. Antibiotik berupa Ciprofloxacin (Bernofarm, Indonesia) 10 mg/kg BB, antiinflamasi dan analgesik berupa Meloxicam (Kalbe, Indonesia) 0,1-0,2 mg/kg. BB, dan multivitamin berupa Livron B.plex® (Phapros, Indonesia) masing-masing per oral yang diberikan satu kali sehari. Pascaoperasi, hewan kasus urinasi dengan urin kuning transparan. Tiga hari pascaoperasi, luka sudah mulai mengering dan pada hari ke-7, luka dan urinasi secara fisik sudah mengalami kesembuhan dan jahitan dilepas.

Cystolithiasis merupakan kondisi dimana terdapat urolith pada vesica urinaria (VU) (Fossum et al. 2013). Urolith merupakan hasil dari saturasi dari substansi kristalogenik, yang dapat terdiri dari satu jenis mineral atau lebih (Ulrich et al. 1996). Urolith yang ditemukan dalam kasus ini berupa sand-like, dimana urolith tersebut dapat berkembang menjadi batuan individu yang besar (Tion et al. 2015). Cystotomy pada kasus ini dilakukan untuk menurunkan tekanan yang dihasilkan oleh urolith pada VU (Samal et al. 2011). Selain itu, adanya kristal urolith, yang terlihat pada USG, dapat mengakibatkan obstruksi pada saluran urinaria, sehingga metode flushing perlu dikombinasi dengan cystotomy.

Urinalisis merupakan salah satu uji yang perlu dilakukan untuk mengevaluasi gangguan sistem urinaria. Urolith yang ditemukan pada hasil sedimentasi urin merupakan jenis mineral urat dan struvit. Sepertinya yang ditemukan kasus ini, urolith urat dapat tampak dalam berbagai bentukan. Berbeda dari studi Tion et al. (2015), kasus ini memiliki tingkat keasaman (pH) urin 7.5, dimana urolith urat memiliki kecenderungan terbentuk pada pH kurang dari 5,5. Tingkat keasaman urin memiliki pengaruh terhadap solubilitas kristal.

Urolith urat saat ini masih belum diketahui secara jelas bagaimana proses terbentuknya, namun diketahui secara pasti bahwa asam urat merupakan produk normal dari salah satu metabolisme nukleotida purin. Faktor diet pada kasus ini, dimana hewan diberi hati ayam secara rutin, memiliki potensi yang tinggi dalam pembentukan urolith urat. Hati ayam diketahui memiliki kandungan purin yang tinggi, sehingga menghasilkan produk urat yang berlebihan, kemudian berdampak terhadap terbentuknya urolithiasis urat. Rendahnya tingkat reabsorpsi renal terhadap urat pada tubulus proksimal juga dapat meningkatkan risiko terbentuknya urolith urat (Tion et al. 2015).

Urolith struvit (magnesium amonium fosfat) pada kasus ini terbentuk karena mengalami supersaturasi dengan magnesium, ammonium, dan fosfor dan kadar pH urin yang lebih dari 6,5 (alkalin) akan meningkatkan produksi struvit (Tion et al. 2015). Dalam studi Lekcharoensuk et al. (2001), risiko terbentuknya urolith struvit akan meningkat dengan adanya diet dengan kadar magnesium, fosfor, kalsium, klorida, dan serat yang tinggi, protein yang sedang, dan lemak yang sedikit.

Urin yang alkalin dapat diakibatkan karena adanya infeksi, dimana diteguhkan dengan ditemukannya E. coli yang terisolasi dari urin. Urolith yang terbentuk akibat adanya infeksi bakteri karena bakteri menghasilkan urease. Bakteri menghancurkan urea dan membentuk ammonia yang kemudian menimbulkan alkalinitas pada urin (Parrah et al. 2013). Bakteri penghasil urease dapat berupa Escheria coli, Proteus spp., Klebsiella spp., Staphylococcus spp., Pseudomonas spp., Providencia spp., dan M. morganii, dimana E. coli adalah salah satu diantaranya. Infeksi akibat E. coli juga disebutkan oleh Bichler et al. (2002) menjadi penyebab yang sering ditemukan pada infeksi saluran urinaria. Urease yang dimiliki oleh bakteri tersebut akan menghidrolisis urea pada urin menjadi ammonium yang kemudian dapat mengikat struvit dan apatit karbonat. Sesuai dengan Bichler et al. (2002), urolith yang terbentuk akibat adanya infeksi bakteri yang ditemukan pada kasus ini adalah kristal urat dan struvit.

Berbeda dari hasil kultur bakteri urin, tidak adanya pertumbuhan yang spesifik pada mucosal swab dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti lokasi pengambilan, suhu inkubasi, dan lama penyimpanan sampel. Begitu pula kultur jamur urin, urin yang terkultur tidak mengandung jamur seperti yang ada pada sedimentasi urin. Studi Jin dan Lin (2005) melaporkan sampel yang dapat dikultur jamur dapat berupa sedimentasi urin. Jamur yang dapat ditemukan dalam infeksi saluran urinaria adalah Candida spp., Torulopsis spp., Cryptococcus spp., Blastomyces spp., Trichosporon spp., Aspergillus spp., Histoplasma spp., dan Rhodotorulla spp.. Perbedaan isolat dapat terjadi akibat adanya perbedaan geografis, cuaca/iklim, hewan kasus, dan metode yang digunakan dalam studi. Jin dan Lin (2005) juga menyebutkan bahwa kejadian infeksi jamur pada saluran urinaria dapat terjadi dengan penyakit lain, seperti infeksi pada saluran urinaria bawah (cystitis, urolithiasis, atoni VU, urethrospasme, trauma avulsi urethra, fistula urethra, dan prostatitis), diabetes mellitus, neoplasia, dan gagal ginjal.

Berat jenis urin pada kasus ini berada pada kisaran normal, yaitu 1,001-1,080. Pengukuran berat jenis merupakan salah satu pengujian untuk mengevaluasi ginjal (Parrah et al. 2013). Berdasarkan hasil urine dipstick terhadap keton, hewan diindikasikan adanya perombakan lemak yang berlebihan akibat kurangnya karbohidrat dalam memenuhi metabolisme tubuh. Hasil tersebut juga dapat memungkinkan terjadinya diabetes mellitus (DM) pada hewan kasus. Hasil tersebut dapat didukung dari tingginya kadar bilirubin dalam urin (bilirubinuria), yang dapat mengindikasikan adanya DM. Chew dan DiBartola (2004) menjelaskan bahwa ketonuria dan bilirubinuria dapat mengindikasikan juga adanya kelaparan yang berkepanjangan terhadap hewan. Selain itu, bilirubinuria dapat disebabkan oleh adanya hemolysis, penyakit liver, dan obstruksi saluran empedu.

Urin yang berwarna merah-kecokelatan keruh mengindikasikan adanya sel darah merah yang tercampur dengan urin, dimana hasil didukung oleh adanya pengujian urine dipstick yang hasilnya hemolyzed ca.10. Hematuria pada kasus ini dapat disebabkan karena adanya perlukaan oleh urolith (Parrah et al. 2013). Perlukaan pada saluran urinaria dapat disebabkan karena adanya kristal tirosin – kristal yang berbentuk jarum kecil. Tirosin adalah asam amino yang kemudian menyusun sebuah protein. Adanya kristal tirosin dapat mengindikasikan adanya gangguan pada liver. Perlukaan tersebut kemudian menghasilkan tanda klinis berupa hematuria.

Hematuria, tanda klinis yang dapat terlihat secara makroskopis, juga dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri (Jin dan Lin, 2005). Nilai sel darah merah yang rendah – anemia – juga merupakan salah satu tanda yang dapat diperhatikan akibat adanya hematuria. Adanya infeksi yang dapat mengiritasi sel-sel pada saluran urinaria akan mengakibatkan adanya perlukaan dan kemudian perdarahan.

Proteinuria berdasarkan hasil urinalisis dapat diindikasikan terjadinya infeksi dan hematuria (Parrah et al. 2013). Protein yang muncul terdapat karena adanya sel-sel, dimana sel memiliki kandungan protein di dalamnya. Jin dan Lin (2005) melaporkan juga adanya kejadian proteinuria pada hewan yang mengalami infeksi jamur pada saluran urinaria. Adanya kejadian infeksi bakteri dan jamur mengklasifikasikan proteinuria dalam kasus ini adalah proteinuria post-renal. Hal tersebut juga didukung dengan adanya finely-granular cast yang ditemukan pada hasil sedimentasi urin. Granular cast merupakan reruntuhan sel akibat inflamasi.

Hasil radiograf yang tidak menunjukkan adanya gambaran radiopak pada saluran urinaria dapat terjadi karena ukuran urolith yang kecil (<1 mm), dimana sekitar 1,7-5,2% struvit dan 25% kristal urat tidak dapat tervisualisasi melalui radiograf, sehingga USG menjadi pilihan yang dapat memvisualisasikan adanya urolith di dalam saluran urinaria (Tion et al. 2015). Gambaran hiperekoik pada ultrasonogram menunjukkan adanya urolith yang melayang pada VU. Oleh karena itu, pemeriksaan penunjang USG dilakukan dalam kasus ini.

Ciprofloxacin merupakan antibiotik spektrum Gram-negatif golongan florokuinolon generasi kedua bersamaan dengan enrofloxacin, difloxacin, dan marbofloxacin. Antibiotik ini memiliki aksi dalam merusak DNA gyrase bakteri, salah satu enzim topoisomerase yang penting dalam replikasi DNA (Pallo-Zimmerman et al. 2010). Dengan kata lain, Ciprofloxacin memiliki aktivitas sebagai bakterisidal. Ciprofloxacin dapat diabsropsi sebanyak 80% dalam tubuh, namun hanya 40% bioavailabilitasnya pada anjing (Boothe et al. 2006). Escherichia coli merupakan salah satu bakteri Gram-negatif yang sensitif terhadap golongan antibiotik ini (Pallo-Zimmerman et al. 2010). Oleh karena itu, Ciprofloxacin dapat dipilih sebagai pilihan terapi dalam mengobati urolithiasis akibat infeksi E. coli. Study Weese et al. (2011) juga melaporkan bahwa infeksi bakteri Enterobactericeae, termasuk E. coli, pada saluran urinari dapat menggunakan obat fluorokuinolon, termasuk Ciprofloxacin, sebagai antibiotik terapi pilihan.


Bichler KH, Eipper E, Naber K, Braun V, Zimmermann R, Lahme S. 2002. Urinary infection stones. International Journal of Antimicrobial Agents. 19(6): 488-498.

Bellows  L, Moore R. 2012. Water-soluble vitamins: B-complex and vitamin C. Fort Collins (USA): Colorado State University.

Boothe DM, Boeckh A, Simpson B, Dubose K. 2006. Comparison of pharmacodynamics and pharmacokinetic indices of efficacy for 5 fluoroquinolones toward pathogens of dogs and cats. J Vet Intern Med. 20(6): 1297-1306.

Chew DJ, DiBartola SP. 2004. Interpretation of Canine and Feline Urinalysis. Delaware(USA): Nestle Purina.

Deglin JH. 2004. Pedoman Obat Untuk Perawat ed. 4. Jakarta (ID) : EGC.

Fossum TW, Dewey CW, Horn CV, Johnson AL, MacPhail CM, Radlinsky MG, Schulz KS, Willard MD. 2013. Small Animal Surgery. 4 th Edition. Missouri (USA): Elsevier.

Gerber B, Boretti FS, Kley S, Laluha P, Muller C, Sieber N, Unterer S, Fluckiger M, Glaus T, Reusch CE. 2005. Evaluation of clinical signs and causes of lower urinary tract disease in European cats. Journal of Small Animal Practice. 46(12): 571-577.

Harmita, Mansur U, Firnando. 2004. Metode penetapan kadar meloxicam dalam darah manusia in vitro secara kromatografi cair kinerja tinggi. Majalah Imu Kefarmasian. 2(1): 79-92.

Jin Y, Lin D. 2005. Fungal urinary tract infection in the dog and cat: a retrospective study (2001-2004). Journal of the American Animal Hospital Association. 41(6): 373-381.

Lekcharoensuk C, Osborne C, Lulich J. 2001. Epidemiologic study of the risk factors for lower urinary tract diseases in cats. Journal of the American Veterinary Medical Association. 218(9): 1429-1435.

Mycek MJ. 2001. Farmakologi ed 2.Alih bahasa Awar Agoes. Jakarta (ID): Widya Medika

Pallo-Zimmerman LM, Byron JK, Graves T. 2010. Fluoroquinolones: Then and Now. Compendium. 32(7): E1-E9.

Parrah JD, Moulvi BA, Gazi MA, Makhdoomi DM, Athar H, Din MU, Dar S, Mir AQ. 2013. Importance of urinalysis in veterinary practice – A review. Veterinary World. 6(11): 640-646.

Pinandita T, Ismono D, Ismiarto YD, Chaidir MR. 2018. Efek pemberian meloxicam yang diberikan selama fase inflamasi terhadap proses penyembuhan tulang tikus paska open reduction internal fixation k-wire dinilai secara radiologis. 3(3): 135-142.

Pratiwi ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta (ID): Erlangga

Samal P, Pattanaik AK, Mishra C, Maharana BR, Sarangi LN, Baithalu RK. 2011. Nutritional strategies to prevent urolithiasis in animals. Veterinary World. 4(3): 142-144.

Siswandono. 2008. Kimia Medisinal ed 2. Surabaya (ID): Airlangga University Press.

Sweetman SC. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference. Thirty-sixth Edition. London (UK): Pharmaceutical Press.

Tion MT, Dvorska J, Saganuwan SA. 2015. A review on urolithiasis in dogs and cats. Bulgarian Journal of Veterinary Medicine. 18(1): 1-18.

Tjay TH, Rahardja K. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta (ID): Gramedia.

Ulrich LK, Bird KA, Koehler LA, Swanson L. 1996. Urolith analysis, submission, methods and interpretation. Veterinary Clinics of North America: Small Animal Practice. 26(2): 393-400.

Weese JS, Blondeau JM, Boothe D, Breitschwerdt EB, Guardabassi L, Hillier A, Lloyd DH, Papich MG, Rankin SC, Turnidge JD, Sykes JE. 2011. Antimicrobial use guidelinesfor treatment of urinary tract disease in dogs and cats: antimicrobial guidelines working group of the international society for companion animal infectious diseases. Veterinary Medicine International. 2011: 1-9.



Comments

Popular posts from this blog

Laporan wawancara budidaya ikan konsumsi ( ikan lele )

DRAMA Tukang Sayur Yang Durhaka

Tegak kaki dan diagnose kepincangan kuda-sapi

RANGKUMAN POTENSIAL LISTRIK DAN KAPASITOR

CONTOH SOAL TENTANG PANCASILA BESERTA JAWABANNYA

Tangga Nada, Akor, Aransement Lagu

UJI PROTEIN pada TEPUNG

Translate

Pageviews last month

terima kasih

jangan lupa datang kembali, komen, dan request