Deteksi Berahi dan Inseminasi Buatan pada Sapi
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU DAN TEKNOLOGI
REPRODUKSI
Deteksi Berahi dan Inseminasi Buatan pada Sapi
Tujuan
1.
Mampu menjelaskan
deteksi estrus pada domba
2.
Mampu menjelaskan
persiapan dan pelaksanaan IB pada domba
Metode Praktikum
Bahan dan Alat
1.
Apron/celemek
2.
Domba betina
3. Teaser
4.
Semen cair
5.
Jeli
6.
Kertas tisu
7.
Alcohol
70%
8.
NaCl fisiologis
0,95%
9.
IB gun
10.
Spekulum
11.
Gunting
12.
Senter
Prosedur Kerja
a)
Menyiapkan IB semen cair
1.
Siapkan alat IB
semen cair
2.
Ambil udara 1-2 ml
3.
Ambil semen dengan
ujung plastic IB sesuai volume dosis IB
4.
Siap untuk di IB
secara intra cervical (pada mulut cervix)
b)
Menyiapkan semen beku
1.
Siapkan alat IB (gun dan pelapis plastik)
2.
Masukan semen beku
yang sudah di thawing ke dalam IB gun dengan sumbat pabrik dibagian bawah
3.
Buka sumbat lab
dengan gunting
4.
Masukkan alat IB
melalui spekulum
5.
Semprotkan ke intra vaginal
c)
Cara memakai spekulum/duck bill/vaginoscop
1.
Bersihkan speculum
dengan alcohol 70% dan diberi penisilin
2.
Masukan ke dalam
vagina domba, dalam posisi tertutup dana rah sejajar dengan bentuk vagina
3.
Di dalam vagina, spekulum
diputar 900 sehingga bagian yang dapat digenggam di bagian bawah
4.
Buka spekulum,
masukkan IB gun
5.
Selesai IB,
keluarkan IB gun, spekulum
dikembalikan sejajar dengan vulva, tutup, dan keluarkan
d)
Cara IB Domba
1.
Diperlukan dua
orang petugas, yakni inseminator dan handler
2.
Handler
bertugas menyiapkan betina yang akan diinseminasi, posisi berdiri berhadapan
dengan inseminator, leher domba dikempit diantara kedua paha, angkat bagian
belakang, dengan memegang bagian samping tulang panggulnya.
3.
Inseminator
bertugas menyiapkan peralatan IB, membersikan bagian vulva dan sekitarnya
menggunakan tisu dengan NaCl fisiologis, siapkan spekulum, masukkan spekulum
kedalam vagina sesuai prosedur yang telah dijelaskan
Pembahasan
Kepentingan deteksi
birahi pada hewan betina dapat mengoptimalkan mengoptimalkan reproduksi
optimum, serta menjelaskan gangguan reproduksi yang dialami ternak. Tingkat
keberhasilan IB dipengaruhi oleh ketepatan waktu estrus ternak, apabila seorang
inseminator kesulitan dalam mendeteksi estrus, sehingga terjadi ketidaktepatan
waktu inseminasi, akibatnya terjadi kegagalan fertilisasi. Jika seorang
inseminator mapu mengetahui siklus birahi dan ketepatan inseminasi, dengan
demikian peningkatan produksi ternak dapat tercapai (Widodo et al. 2019). Deteksi birahi juga
menghindari adanya kawin berulang, kejadian birahi tenang, infeksi pasca lahir,
angka kelahiran dan kebuntingan rendah (Tomaszewska et al. 1991).
Sinkronisasi estrus
adalah usaha untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak domba donor dan
resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon prostaglandin F2α
(PGF2a) penggunaan metode sinkronisasi berahi akan mampu meningkatkan efisiensi
produksi dan reproduksi, mengurangi waktu dan memudahkan observasi deteksi
berahi, menentukan jadwal kelahiran yang diharapkan, menurunkan usia pubertas
pada domba dara, penghematan dan efisiensi tenaga kerja inseminator karena
dapat mengawinkan ternak pada waktu yang sama (Hasan et al. 2017).
Metode deteksi estrus
lainnya yaitu melihat tingkah laku pada ternak dengan menggunakan metode
pelacakan oleh ternak jantan untuk mengetahui adanya ternak betina yang sedang
estrus. Domba betina yang estrus akan diam bila dinaiki oleh pejantan (Ismail
2009). Metode lainnya untuk mendeteksi estrus domba betina menggunakan
penjantan pengusik yang sudah sering dikawinkan (Rokhman et al. 2003).
Pengamatan visual
merupakan metode deteksi estrus yang paling umum digunakan. Pengamatan visual ini berdasarkan pada
perubahan tingkah laku ternak betina yang estrus umumnya menunjukan gelisah
atau tidak tenang, berusaha untuk menaiki betina lainnya, diam apabila dinaiki
betina lain atau jantan dan nafsu makan menurun. Selain perubahan tingkah laku,
pengamatan visual juga didasarkan atas perubahan secara fisik seperti vulva
yang merah, hangat, bengkak, dan lendir terlihat jelas. Perubahan fisik yang
tampak dari luar dan tingkah laku tersebut dijadikan dasar oleh peternak untuk mendeteksi
ternak yang sedang estrus. Pengamatan secara visual akan mengalami kesulitan
apabila ternak betina menunjukan kondisi silent heat (Nurfitriani et al. 2015).
Metode deteksi birahi
yang tepat untuk peternakan berskala kecil di Indonesia dapat menggunakan
deteksi secara visual. Metode tersebut sangat mudah dilakukan, murah, dan tidak
memerlukan banyak alat (Wijayanti dan Ardigurnita 2020). Namun, untuk
peternakan berskala sedang sampai besar sebaiknya menggunakan metode
sinkronisasi estrus, karena periode estrus dapat terjadi secara serentak pada
waktu yang hampir bersamaan. Keuntungan dari metode ini dapat meningkatkan
efisiensi reproduksi, penyesuaian produksi dengan kebutuhan pasar serta menekan
biaya IB karena para inseminator tidak perlu sering mendatangi setiap peternak.
Sinkronisasi estrus merupakan salah satu cara untuk memudahkan manajemen
pemeliharaan pada domba dan kambing, sehingga efisiensi reproduksi dan
efisiensi tenaga kerja dapat dipertahankan (Herdis 2011).
Inseminasi buatan
dilakukan dengan metode deposisi semen cair di dalam cervix (intracervical)
sedangkan semen beku disemprotkan pada intra vaginal. Peralatan yang digunakan
dalam pelaksanaan IB adalah spekulum (cocor bebek) untuk membantu menemukan
mulut cervix serta insemination gun sebagai alat bantu
untuk mendeposisikan semen di dalam lumen cervix.
Sebelum melakukan IB handler
memposisikan kambing agar mudah pada saat melakukan inseminasi buatan. Gun yang digunakan untuk semen beku dan
semen cair berbeda. Semen beku sebelum dilakukan inseminasi harus dithawing terlebih dahulu, namun untuk
semen cair perlu mengambil udara untuk dapat mendorong semen tersebut masuk ke
dalam cervix (Riyadhi et al. 2017).
Faktor yang menentukan
keberhasilan fertilisasi antara lain deteksi birahi yang baik, waktu yang tepat
dalam pelaksaan IB, kualitas semen thawing
straw, ketrampilan inseminator, dan adanya gangguan reproduksi (Widiyanto
2006).
Daftar Pustaka
Hasan F, Sitepu SAP, Alwiyah. 2017.
Pengaruh paritas terhadap persentase estrus domba ekor tipis yang
disinkronisasi estrus menggunakan prostaglandin f2α (PGF2α). Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan. 5(1): 46-48.
Herdis. 2011. Respon estrus domba garut
betina pada perlakuan laserpuntur dengan fase reproduksi yang berbeda. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia.
13(3): 171-176.
Ismail M. 2009. Onset dan intensitas
estrus kambing pada umur yang berbeda. Jurnal
Agroland. 16(2): 180-186.
Nurfitriani I, Setawan R, Soeparna. 2015.
Karakteristik vulva dan sitologi sel mucus dari vagina fase estrus pada domba
local. Student E-journal. 4(3):1-10.
Riyadhi M, Rizal M, Wahdi A. 2017.
Diseminasi teknologi inseminasi buatan menggunakan semen kambing peranakan
etawa (PE) dengan pengencer air kelapa muda dan kuning telurdi kecamatan bati
bati kabupaten tanah laut kalimantan selatan. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 1(2): 125-130.
Rokhman, Kurniadhi P, Mahaputra S,
Kadiran. 2003. Teknik deteksi estrus domba betina dengan pejantan pengusik. Buletin Teknik Pertanian. 8(2): 80-81.
Tomasszewska MW, Sutama IK, Putu IG,
Chaniago TD. 1991. Reproduksi Tingkah
Laku dan Produksi Ternak di Indonesia. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Widiyanto AU. 2006. Faktor-faktor yang
menentukan keberhasilan inseminasi buatan dalam upaya peningkatan kebuntingan
pada sapi perah [skripsi]. Surabaya (ID): program studi diploma tiga kesehatan
ternak fakultas kedokteran dewan universitas airlangga.
Widodo OS, Pudji S, Wulandari S. 2019.
Pengukuran kadar hormon progesteron dan deteksi birahi pada sapi perah yang
disinkronisasi dengan CIDR (controlled internal drug release). Jurnal Medik Veteriner. 2(2): 133-139.
Wijiyanti D, Ardigurnita F. 2020. Kualitas
tampilan vulva dan tanda-tanda berahi pada kambing peranakan etawah yang diberi
ekstrak buah parijoto (medinilla speciosa). Sains
Peternakan. 18(1): 31-37.
Comments
Post a Comment