SENSORIK UMUM (SISTEM SENSORIK SOMATIS) dan REFLEKS

SENSORIK UMUM (SISTEM SENSORIK SOMATIS) dan REFLEKS

 

TUJUAN PRAKTIKUM

            Mempelajari letak reseptor rasa panas, dingin, raba dan tekan di kulit serta memeriksa kemampuan pengenalan/diskriminasi benda.

PENDAHULUAN

Sistem saraf mengintegrasikan dan mengkoordinasikan fungsi-fungsi jaringan lain dalam tubuh. Jaringan saraf terdiri atas macam-macam jenis sel neuron dan sel glia yang berasal dari neuroepitel embrional. Sistem saraf sebenarnya dua sistem yang struktur dan fungsi saling berhubungan. Sistem saraf pusat (SSP) yang mencakup otak dan medula spinalis, dan sistem saraf tepi (SST), yang mencakup saraf dan ganglion yang terbesar diseluruh bagian tepi tubuh. Neuron merupakan dasar unsur sel sistem saraf. Struktur neuron sangat bervariasi. Sel glia seperti glia seperti astrosit dan sel Schwann, melakukan fungsi tambahan yang tidak berkaitan dengan komunikasi. Sinapsis adalah tempat hubungan anatomik dan fungsional antarneuron (Campbell,dkk. 2004).

Hapsari Dkk. menjelaskan sensasi somatosesori merupakan sensasi-sensasi yang terjadi di badan. Sensasi somatosensori yang kita ketahui pada umumnya hanya sensasi perabaan saja dengan medianya yaitu kulit. Padahal sebenarnya sistem somatosensori terdiri dari tiga sistem yang terpisah yang saling berinteraksi dengan media yang berbeda. Kinestetis merupakan bagian reseptor dalam rangka otot yang merespon perubahan dalam otot sampai sistem saraf pusat dan merupakan bagian reseptor dalam tendon yang mengukut kekuatan tekanan otot. Tiga sistem tersebut adalah sebagai berikut.

1.                Sistem eksteroreseptif, dengan indra kulit sebagai medianya dalam menerima stimuli dari lingkungan eksternal. sistem eksteroreseptif sendiri memiliki tiga bagian dalam mempersepsi stimuli, ketiga bagian tersebut adalah bagian yang mempersepsi stimuli mekanik (perabaan), bagian yang mempersepsi stimuli thermal (temperatur), bagian yang mempersepsi stimuli nosiseptif (rasa sakit).

2.                Sistem proprioseptif, memonitor informasi tentang posisi tubuh yang datang dari reseptor di otot, sendi, dan organ keseimbangan.

3.                Sistem interoseptif, stimulusnya berupa informasi umum tentang kondisi dalam tubuh seperti temperature dan tekanan darah.

Rangsangan adekuat adalah rangsangan yang memicu terjadinya refleks umumnya sangat tepat (presisi). Contoh yang jelas adalah refleks menggaruk pada anjing. Refleks spinal ini timbul akibat rangsangan yag adekuat melalui rangsangan raba linier multiple, yang misalnya terdapat serangga yang merayap di kulit, respon yang timbul adalah garukan hebat pada daerah yang terangsang. Bila rangsangan raba multiple itu terpisah jauh atau tidak dalam satu garis, rangsangan yang adekuat tidak akan timbul dan tidak terjadi garukan (Indrayani dkk. 2018)

Bidang reseptif adalah bagian dari ruang sensorik yang dapat menimbulkan respons neuron ketika distimulasi. Ruang sensorik dapat didefinisikan dalam satu dimensi tunggal (misalnya panjang rantai karbon dari suatu aroma), dua dimensi (misalnya permukaan kulit) atau beberapa dimensi (misalnya ruang, waktu, dan sifat penyetelan bidang reseptif visual).  Respon neuronal dapat didefinisikan sebagai laju pembakaran (yaitu jumlah potensial aksi yang dihasilkan oleh neuron) atau termasuk juga aktivitas sub-ambang batas (yaitu depolarisasi dan hiperpolarisasi dalam potensi membran yang tidak menghasilkan potensial aksi) (Alonso dan Chen. 2008).

Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh sel saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila sel saraf penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut ( Sherwood. 2001)

Alur sistem refleks dimulai dari rangsangan yang diterima suatu reseptor sampai terjadinya respon yang dilakukan oleh efektor. Suatu sistem alur tersebut dinamakan dengan lengkung refleks. Lengkung refleks ini terdiri dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapat di susunan saraf pusat atau di ganglion simpatis, serat saraf eferen, dan efektor (Guyton. 2006)

Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh direnggangkan, akan timbul kontraksi. Respon ini disebut refleks regang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya berupa kontraksi otot yang diregangkan. Reseptornya adalah kumparan otot. Impuls yang timbul akibat peregangan kumparan otot yang dihantarkan ke SPP melalui serat – serat sensorik langsung bersinaps yang berada di SSP ini adalah glutamate. Refleks – refleks regang merupakan contoh refleks monosimpatik yang paling dikenal dan paling banyak diteliti (Sherwood. 2001).

Refleks superficial adalah gerakan reflektorik yang timbul sebagai respon atas stimulasi terhadap kulit atau mukosa. Berbeda dengan reflek profunda, refleks superfisial tidak saja mempunyai busur refleks yang segmental, melainkan mempunyai komponen supraspinal juga. Oleh karena itu, refleks superficial dapat menurun atau menghilang jika terdapat lesi di dubur refleks segmentalnya atau jika komponen supraspinal mengalami kerusakan (Mutaqqin. 2009)

Refleks dalam, berubah – ubah pada keadaan sehat dan sakit. Refleks dalam dipengaruhi oleh umur. Tingkatan refleks dalam adalah:

Tingkat                        Keterangan

0                                  tidak ada

1+                                hipoaktif; dapar normal atau tidak normal

2+                                fisiologis atau normal

3+                                meninggi dan seperti tingkat 1+ dapat normal/patologik

4+                                jelas hiperaktif disertai klonus sementara

5+                                jelas hiperaktif disertai klonus menetap

(Siregar. 1996)

 

METODE

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum sensorik umum (sistem sensorik somatis) ialah stempel dengan garis kotak-kotak berjarak 1 mm x 1 mm, batang logam, jarum pentul, pinsil, Estesiometer Von Frey, jangka Weber dan penggaris, penutup mata (sapu tangan), beker glass, air es, air hangat 40oC, air suhu kamar, eter/alkohol. Sedangkan praktikum refleks ialah reflex hammer (palu refleks), kapas atau benang, senter, penggaris, stopwatch.

Sensorik Umum (Sistem Sensorik Somatis)

A.    Mekanoreseptor

1.      Penentuan letak reseptor di kulit, batasi kulit pada telapak tangan kiri bagian tengah menggunakan stempel dan stempel pula kertas untuk mencatat hasil percobaan, sentuhkan estesiometer Von Frey pada kotak terkecil (ukuran 1 mm x 1 mm), dengan orang percobaan (op) tidak boleh melihat ke arah tempat percobaan.  Bila op merasakan adanya sentuhan, op memberi kode dengan jari tangan kanan ke pemeriksa, tandai di kertas pencatat hasil pada kotak yang sama, tentukan letak reseptor sentuh pada telapak tangan, lakukan percobaan yang sama di bagian lain tubuh, yaitu lengan bawah bagian voler (dalam), pipi dan kuduk.

2.      Topognosis (kemampuan diferensiasi), mata op ditutup dengan sapu tangan, tekankan ujung pinsil dengan agak kuat pada kulit, hingga meninggalkan lekukan di kulit, kemudian op disuruh menentukan tempat penekanan menggunakan pensil dalam keadaan mata masih tertutup, ukurlah jarak antara kedua titik (titik penekanan dan titik yang ditunjukkan op).  Jarak ini merupakan ukuran kesalah-tafsiran atau kemampuan diferensiasi op yang bersangkutan, lakukan percobaan tersebut pada kulit ujung jari, lengan bawah bagian medial, dan kuduk.

3.      Diskriminasi dua titik, tekankan dua kaki jangka Weber pada kulit dengan jarak ke dua kaki jangka terkecil yang dirasakan op sebagai satu titik, jauhkan jarak ke dua kaki jangka sebesar 2 mm setiap kali menjauhkan dan ukur jarak saat op sudah merasakan ke dua kaki jangka sebagai dua titik terpisah, lakukan hal yang sama tetapi diawali dengan jarak terjauh ke dua kaki jangka yang nyata dirasakan sebagai 2 titik. Dekatkan jarak ke dua kaki jangka sebesar 2 mm setiap kali mendekatkan. Ukur jarak ke dua kaki jangka saat op merasakan kedua kaki jangka hanya sebagai satu titik saja, ke dua percobaan di atas dilakukan dengan dua cara yaitu:  ke dua kaki jangka ditekankan berurutan (suksesif) dan secara bersamaan (simultan), tentukan jarak diskriminasi dua titik pada kulit ujung jari tangan, punggung tangan, lengan bawah dan lengan atas, bandingkan hasil kedua cara (menjauhkan dan mendekatkan kaki jangka)  penentuan diskriminasi dua titik di atas.

B.     Reseptor Suhu (Sifat rasa panas dan dingin)

1.      Isikan air es, air hangat dan air biasa masing-masing ke dalam Beker glass: masukkan 1 jari tangan kanan ke dalam air es dan 1 jari tangan kiri ke dalam air hangat. Apakah kesan rasa-rasa dingin dan panas itu dirasakan secara terus-menerus?  Mengapa demikian? Kemudian masukkan kedua jari tadi secara serentak ke dalam air suhu kamar. Laporkan perbedaan yang dirasakan oleh kedua jari dan terangkan?

2.      Punggung tangan kiri op di tempatkan di depan mulut sejauh ± 5 cm:  hembus kulit tangan dengan udara pernapasan secara perlahan, apa yang Saudara rasakan? Apa sebabnya? Ulangi percobaan, dengan sebelumnya membasahi punggung tangan      dengan air biasa. Mengapa terasa dingin? Ulangi percobaan, dengan sebelumnya membasahi punggung tangan dengan eter/alcohol. Mengapa timbul rasa dingin terlebih dahulu yang kemudian diikuti rasa panas?

Praktikum Refleks

A.    Refleks Superfisial

1.      Refleks kedip mata (corneal reflex), sentuhlah kornea mata atau silia mata  dengan kapas atau benang, perhatikan bahwa mata yang bersangkutan akan berkedip (serat saraf perifer : nervus (n.) trigeminus dan n. fascialis – pusat di pons dan medulla oblongata).

2.      Refleks plantar, garuk atau gores telapak kaki.dengan ujung gagang reflex Hammer, perhatikan terjadinya plantar fleksi dari jari-jari kaki.(pusat lumbar (L)5 – sacral (S)1 - saraf perifer  n. tibialis).

 

B.     Refleks Dalam (Propioseptif)

1.      Refleks masseter (rahang bawah, jaw jerks), orang percobaan membuka sedikit mulutnya, sehingga rahang bawah sedikit tergantung, sebuah tongue spatel dari kayu diletakkan di atas gigi – gigi geraham, kemudian diketuk agar keras. Akan terjadi kontraksi m. masseter yang terlihat atau teraba dan rahang bawah terangkat, cara lain untuk menimbulkan refleks ini ialah dengan menempatkan telunjuk atau ibu jari di pinggir rahang dan memukulnya dengan reflex hammer (pusat di pons, serat saraf perifer : n. trigeminus).

2.      Refleks patella (Refleks tendon patella, knee jerk),tungkai difleksi pada sendi lutut membentuk sudut 120o. Tendon m. quadriceps femoris dipukul tepat di bawah patella, terjadi ekstensi di sendi lutut, kontraksi m. quadriceps femoris (pusat di lumbal (L) 3 - L4, serat saraf perifer : n. femoralis), hilangnya refleks patella dinamakan juga “Westphal sign”.

3.      Refleks tendon achilles (ankle jerk), kaki dipegang sedemikian rupa sehingga membentuk sudut 90o dengan tungkai bawah dan tidak terlalu tegang, ketoklah tendo akiles, akan terlihat plantar fleksi (pusat sacral (S)1 – S2, serat saraf perifer : n. tibialis posterior).

C.    Refleks Viseral

1.      Refleks cahaya  Terjadi kontaksi pupil bila mata disenter.

2.      Refleks akomodasi  Terjadi konstriksi pupil bila suatu objek didekatkan ke mata orang percobaan.

D.    Waktu refleks

O.p. membuka mata, penggaris diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk tangan kanan kemudian penggaris dilepaskan dan orang percobaan harus menjepitkan kedua jari tersebut untuk menangkap penggaris, ukur jarak waktu dengan memakai stopwatch, yaitu waktu antara dilepaskannya penggaris sampai tertangkapnya penggaris, ulangi percobaan tersebut sebanyak 3 (tiga) kali dan ambil rata – ratanya (Catatan : waktu refleks makin lama atau panjang dipengaruhi oleh bertambahnya usia), cara kedua : melakukan hal yang sama tetapi dengan menutup kedua mata setelah mendengar perintah atau aba – aba menangkap penggaris yang dilepaskan.

 

HASIL PENGAMATAN

A.    Mekanoreseptor

1.      Topognosis

Lokasi

Jarak (cm)



Ujung jari

tepat



Medial lengan

2



Kuduk

1



 

2.      Diskriminasi dua titik

Lokasi

Jarak Cara

Jarak Cara


Mendekatkan (cm)

Menjauhkan (cm)


Ujung jari

0.4

0.7



Punggung tangan

2

2.5



Lengan bawah

3

3



Lengan atas

2

9



B.     Reseptor Suhu

Perlakuan

Hasil



Air panas dan air dingn

Tangan kanan panas dan kiri dingin



Air biasa

Tangan kanan dingin dan kiri panas



Hembusan di tangan

Dingin



Hembusan di tangan dengan air biasa

Lebih dingin



Hembusan di tangan dengan alkohol

Sangat dingin dan sperti tertusuk



 

C.    Uji Refleks

Jenis Refleks

Perlakuan

 


Pupil

mengecil

 


 


Corneal reflex

mengedip

 


 


Akomodasi

bola mata mengikuti jari ke tengah dan pandangan menjadi buram

 


 


Patella

kaki terangkat

 


 


Achilles


kaki terangkat



          Telapak kaki

           jari kaki terangkat

 







 

 

D.    Waktu Refleks

Perlakuan

Hasil (m)

Percepatan (m/s2)

Mata Terbuka

0.19

0.019

0.20

0.020

0.27

0.027

Mata Tertutup

0.07

0.007

0.46

0.046

0.52

0.052

 

PEMBAHASAN

            Gerak refleks merupakan gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang sangat singkat dan tidak melewati otak. Sistem saraf pusat sebagai pengendali gerak refleks merupakan sebuah mekanisme yang terjadi pada makhluk hidup, salah satunya sebagai bentuk pertahanan diri dari berbagai rangsangan yang diberikan. Apabila suatu saraf diberi rangsangan, maka sel saraf akan merespon yaitu mengubah energi rangsangan menjadi energi elektrokimia impuls saraf yang akan dirambatkan sepanjang serabut saraf.

            Pada percobaan pertama yaitu mekanoreseptor, dilakukan beberapa perlakuan. Perlakuan pertama adalah topognosis atau kemampuan untuk menentukan tempat penekanan pada kulit orang percobaan (op). Dari data yang telah didapat ada beberapa kesalahan dari op dalam menentukan letak penekanan yaitu pada mdial lengan sejauh 2cm dan kuduk sejauh 1cm. Kemudian dilakukan juga perlakuan diskriminasi titik. Diskriminasi titik adalah perlakuan untuk menguji apakah op dapat membedakan berapa titik yang dikenakan ke kulitnya dengan mata tertutup. Hasil data menunjukan bahwa op baru bisa membedakan kedua titik pada jarak tertentu misalnya pada punggung tangan setelah didekatkan menjadi 3cm op baru merasakan bahwa ada dua titik, sedangkan pada lengan atas op baru merasakan ada dua titik setelah dijauhkan 9cm.

            Terjadinya kesalahan penebakan bisa saja dikarenakan adanya perbedaan bidang reseptif. Bidang reseptif sendiri memiliki empat tipe, yaitu SA1, SA2, RA dan Korpuskula Pacini atau Váter-Pacini corpuscules. Mekanoseptor tipe 1 (SA1) memiliki adaptasi lambat dengan organ ujung Merkel coepuscle mendasari persepsi bentuk dan kekerasan pada kulit. SA1 memiliki bidang reseptif kecil dan menghasilkan respon berkelanjutan terhadap stimulasi statis. Mekanoreseptor berikutnya yaitu SA2 juga memiliki adaptasi lambat dengan organ terminal badan Ruffini, merespon peregangan kulit tetapi tidak terkait erat dengan proprioseptif dan mekanoreseptor namun memiliki bidang reseptif yang besar. Mekanoseptor RA atau mekanoseptor otgan akhir sel memiliki adaptasi cepat atau Meissner. Memiliki bidang reseptif kecil dan menghasilkan respon sementara di awal dan perpindahan stimulasi. Terakhir, Korpuskula Pacini atau Váter-Pacini corpuscules atau korpuskula laminar mendasari persepsi getaran frekuensi tinggi yang menhasilkan tanggapan sementara namun memiliki bidang reseptif yang besar.

            Pada percobaan berikutnya yaitu percobaan reseptor suhu dilakukan beberapa perlakuan. Perlakuan pertama adalah dengan mencelupkan salah satu jari dan kedua tangan op ke dalan air panas dan dingin lalu secara bersamaan memasukan kedua jari ke dalam air suhu ruang. Hasil menunjukan bahwa setelah masuk ke air dengan suhu ruang, perbedaan suhu pada jari akan terbalik. Perlakuan kedua adalah dengan menghembuskan napas punggung tangan yang menghasilkan sensasi sejuk. Selanjutnya tangan dibasahi dengan air suhu ruang dan timbul sensasi yang dingin. Perlakuan ke empat adalah memberikan alkohol pada punggung tangan lalu op akan menghembuskan napasnya lagi. Hasil menunjukan bahwa sensasi yang dihasilkan dari hembusan pada kulit yang dibasahi alkohol adalah dingin disertai rasa seperti tertusuk.

            Bagian yang mengatur reseptor suhu adalah hipothalamus. Hipothalamus berfungsi sebagai sistem termoregulator. Impuls panas atau dinginnya lingkungan akan dihantarkan oleh saraf afferens ke hipothalamus yang di dalamnya terdapat reseptor panas dan dingin (Suprayogi et al. 2009). Panas dan dingin yang dirasakan oleh reseptor di jari tidak bisa tidak bisa dikatakan merasakan panas atau dingin namun hanya dapat merakan perubahan suhunya saja ketika jari dimasukan dari air yang suhunya lebih rendah ke air yang suhunya sedang maka air akan terasa panas , sebaliknya  ketika jari dimasukan air yang suhunya tinggi lalu dimasukan ke suhu yang sedang maka akan terasa dingin. Sedangkan rasa dingin pada alkohol disebabkan karena ion yg dihasilkan oleh alkohol lebih besar dari ion yg berada di kulit kita. Mengapa tangan tidak terasa panas jika terkena alkohol padahal alkohol mudah terbakar contohnya dalam penggunanya untuk membersihkan luka atau membubuh bakteri. Kita merasa dingin setelah diteliti, ternyata bakteri yg ada di permukaan kulit dan bagian tiga lapis ke dalam kulit sudah mati (menggunakan mikroskop), sehingga tidak ada aktivitas di atas kulit yg menyebabkan terjadinya pendinginan sesaat (Haryadi 2013).

            Percobaan terakhir yaitu gerak refleks dilakukan pada beberapa perlakuan, yaitu refleks pupil, siliospinal, akomodasi, patela, achilles dan telapak kaki. Pada refleks pupil terjadi pengecilan atau kontaksi saat diberikan cahaya senter tepat di depan mata. Kemudian pada corneal reflex, mata mengedip saat kornea atau silia disentuh dengan kapas. Setelah itu, dilakukan percobaan refleks akomodasi dan terjadi pergerakan mata mengikuti jari yang mengarah ke tengah tengah mata kanan dan kiri. Percobaan refleks berikutnya adalah refleks tendon patella yang diketuk dan menghasilkan reaksi mengangkat kaki. Reaksi mengangkat kaki tidak hanya terjadi pada percobaan refleks tendon patella tetapi juga pada achilles. Terakhir adalah refleks plantar atau telapak kaki yang dogores, timbul reaksi mengangkat jari kaki.

            Akomodasi sendiri adalah suatu mekanisme dimana mata merubah kekuatan refraksinya dengan merubah ketajaman lensa kristalin. Sementara itu untuk memfokuskan benda yang berjarak dekat otot siliaris melakukan kontraksi sehingga membuat lensa mata menjadi tebal. Daya akomodasi mata dibatasi oleh dua titik yaitu titik dekat ( punctum proximum ), yaitu titik terdekat yang masih dapat dilihat dengan jelas oleh mata. Titik jauh ( punctum remotum ), yaitu titik terjauh yang masih dapat dilihat dengan jelas oleh mata. Untuk dapat menilai kemampuan akomodasi seseorang maka dapat dilakukan pemeriksaan akomodasi baik monokular maupun binokular dengan menggunakan metode metode Push Up ataupun metode Lensa Sferis. Yang dinilai yaitu akomodasi jarak dekat, amplitudo akomodasi dan range akomodasi sehingga dapat diidentifikasi kemampuan akomodasi mata.  Helmholtz mengajukan teori relaksasi  akomodasinya berdasarkan perubahan ukuran serat – serat purkinje di permukaan anterior lensa kristalin  untuk mendukung gagasannya  bahwa lensa kristalin sebenarnya berperan besar  terhadap akomodasi. Beliau mengamati saat mata tidak  berakomodasi dan melihat jauh, maka otot – otot  siliaris akan berelaksasi dan serat – serat zonula  elastis jadi teregang, ini akan menarik lensa kristalin  ke arah luar ke ekuator dan lensa menjadi datar. Tscherning menggunakan sebuah ophthalmophacometer yang telah ia rancang untuk  mengamati gambar yang dibentuk oleh permukaan  anterior dan posterior lensa kristalin. Dia berpendapat  bahwa konstraksi otot siliaris akan meningkatkan  ketegangan serat – serat zonula, sehingga merubah  ketajaman lensa tanpa merubah ketebalan ataupun  diameter lensa. “Posisi Tscherning“ merupakan suatu  kondisi saat lensa kristalin dikeluarkan dari bola mata,  dan ini tampak seperti kondisi penglihatan jauh dan  tidak berakomodasi seperti teori yang diajukan oleh  Helmholtz (Wati, 2018)

 

SIMPULAN

Saraf sensorik memiliki fungsi yaitu menerima rangsang berupa impuls dan meneruskannya ke otak atau ke sumsum tulang belakang. Adanya sel reseptor dapat membanti saraf sensorik untuk menerjemahkan stimulus yang diberikan oleh alat indra. Informasi sensorik yang telah terekam oleh otak nantinya akan menimbulkan respon refleks sesuai stimulus yang diberikan. Dalam menerima rangsang di kulit terdapat bidang reseptif sehingga terapat perbedaan pada tiap orang bahkan pada tiap bagian dalam tubuh seorang.

DAFTAR PUSTAKA

Haryadi H. 2013. Analisa kadar alkohol hasil fermentasi ketan dengan metode kromatografi gas dan uji aktifitas Saccharomyces cereviceae secara mikroskopis [skripsi]. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro Semarang

Suprayogi A, Darusman HS, Ngabdusani I. 2009. Perbandingan nilai fisiologis kardiorespirasi dan suhu rektal anjing kampung dewasa dan anak. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 4(3): 141-148.

Wati R. 2018. Akomodasi dalam refraksi. Jurnal Kesehatan. 7(1): 13-18.

Comments

Popular posts from this blog

Infeksi Toxocara vitulorum (Toxocariosis) pada Ruminansia Besar

Makalah atau Laporan Osmosis Pada Telur

Laporan wawancara budidaya ikan konsumsi ( ikan lele )

HASIL WAWANCARA BUDIDAYA BEBEK

MATERI KERAJINAN BERBAHAN LIMBAH LENGKAP

Translate

Pageviews last month

terima kasih

jangan lupa datang kembali, komen, dan request